Pages

Selasa, 24 Maret 2015

CERPEN: APAPUN ASAL BUKAN KATAK

Sejak kelas 2 SD aku sudah menyatakan perang dengan hewan amfibi yang satu ini. Kenapa? Karena menjijikan. Bukan cuma itu, katak itu jorok! Nyebelin!!! Dan masih banyak keburukan dari hewan ini. Ditambah aku punya pengalaman buruk dari hewan yang bisa hidup di air dan di darat ini.
Waktu aku kelas 2 Sekolah dasar, aku bangun pagi kemudian mandi tak lupa juga gosok gigi. Terus pastinya aku membersihkan tempat tidurku yang tanpa di tolong Ibu, aku bisa melakukannya sendiri, walaupun hasilnya tambah berantakan dan ujung-ujungnya Ibu juga yang membersihkannya, yang penting aku sudah mandiri. Eitz, sejak kelas 1 SD aku gak pernah ngompol jadi gak ngasih PR Ibu untuk hal yang satu ini.
Selepas membersihkan tempat tidur, aku memutuskan untuk sarapan. karena Ibu sedang baik hati, aku makan dengan ayam goreng favoritku. Ayam Goreng BACEM!!! Enak!!! Dan pastinya mantap!!! Apalagi dengan nasi putih yang mengepul-ngepul ditambah kecap dan bawang goreng. Ngiler ya??? Sama!!!
Sehabis piring itu bersih tak bersisa. Aku memutuskan untuk berangkat sekolah. karena buku pelajaran dan peralatan sekolah sudah aku siapkan dari semalam. Aku menggendong tas punggung yang sedikit berat itu. “Dek, cepet dong!! Mau bareng gak?” teriakku pada adekku yang masih TK kecil.
Aku melangkah pasti menuju pintu depan rumah, selagi masih menunggu adek yang sedang mencari-cari penggarisnya. Dan sebelum melakukan ritual sehari-hari. Cium punggung tangan kanan Ibu dan Ayah. Aku memutuskan untuk mengenakan sepatu terlebih dahulu.
Aku menggerutu kesal karena adekku lama. Sepatu kanan sukses aku kenakan. Tapi, aku masih menggerutu kesal. “Dek, cepetan!! Ntar telat lagi lho!!!” triakku lagi bersamaan dengan mengenakan kaos kaki kiriku.
Tania senyum-senyum di depan pintu, di sampingku. Aku yang masih jongkok mengambil sepatu kiri yang terletak di ujung tembok sambil mengerucutkan ujung bibirku. “Dasar lelet.” Umpatku dalam hati.
“Maaf mbak, barusan aja ketemu penggarisnya. Nich!” Tania menunjukan penggaris yang telah sukses ia temukan di kolong meja bekas semalam kami peruntukkan untuk belajar bersama.
Aku mulai membenamkan kaki kiri ku ke dalam sepatu. Tiba-tiba terasa kenyal di dalam sepatu yang baru saja ku jejali kaki kiriku itu. Apa ini?, pikirku.
Ku lirik sebelah kiri ku, Tania sedang asik merekatkan sepatunya, agar tidak lepas jika ia berjalan. Aku sedikit su’udzon sama adekku ini. Apa dia usil ya mau ngerjain aku?
Aku memutuskan untuk menarik lagi kaki kiriku, aku longokkan kepalaku ke dalam lubang sepatu. Tiba-tiba sesuatu melompat dari lubang sepatuku itu. Ya, benar. Itu Katak!!!
“AAAAAAAA, KAAAATAAAAK!!!” teriakku, spontan Ibu dan Ayah yang sedang sibuk dengan urusan masing-masing. Ibu yang sedang menyapu, dan Ayah yang sedang mengenakan sabuk di pinggangnya. Mendekat ke arah depan tempat aku dan Tania sedang mengenakan sepatu
“Ada apa Al, kok teriak-teriak?” Tanya Ibu ku yang terlihat cemas dengan teriakanku. Ayah tertawa melihat ekspresi kesalku. Tania bahkan tak bisa menyembunyikan tawanya. Ia terlihat lepas tertawa melihatku bermuka masam.
“Iiiikhhh… itu bu, di sepatu Alya ada katak. Hiiiihh!!!” ucapku seakan masih merasakan kenyalnya katak yang tenang bersarang di sepatuku.
“Halah Cuma katak tha? Ayah kira apa? Hahahaha..” ucap ayah semakin keras tawanya. Tania bahkan sampai memegang perutnya karena terlalu keras tertawa. Hidungnya yang pesek jadi semakin tenggelam di buatnya.
Aku bersungut-sungut sebal.
“Sudah-sudah, Alya, Tania, cepat berangkat sekolah sudah terlambat kan?” kata Ibu berusaha menghentikan tawa Ayah dan Tania. tapi, tetap, guratan senyum terlihat di wajah Ibu. Tapi berusaha Ia tutupi agar aku mau untuk berangkat sekolah.
Sepanjang perjalanan ke sekolah. Tania masih terus menggodaku. Dan aku terus-terusan berdecak kesal, membuat adekku meneteskan air mata karena tertawa.
Itulah awal perang ku dengan katak. Bahkan gak Cuma itu, katak sudah keterlaluan menggodaku. Di kamar mandi, ia tiba-tiba melompat girang menyambutku yang sedang ingin mandi. Bahkan saat aku ingin buang hajat, ia sudah nangkring di ujung bak. Membuatku mengurungkan niat untuk buang hajat dan memilih untuk mengantongi batu krikil untuk menahan gejolak ingin puup. Walaupun mitos, tapi cukup ampuh untuk mensugesti perut untuk tidak ingin hal itu sampai katak itu pergi dengan sendirinya.
Dan begitulah pengalamanku dengan hewan berkulit hijau. Sampai sekarang aku masih menyatakan perang dengan hewan itu. Bukan karena aku takut. Tapi aku merasa jijik dekat dengan hewan yang jago melompat dan badannya kenyal. Hiiih!!
Cerpen Karangan: Ezzah Nuranisa
Facebook: Ezzah Siipengkhayal

0 komentar:

Posting Komentar

 

(c)2009 Gys!. Based in Wordpress by wpthemesfree Created by Templates for Blogger