Pages

Selasa, 24 Maret 2015

CERPEN: SENYUM VIONA

Namaku Intan Zavila, panggil saja Intan. Aku duduk di bangku kelas 6 SD.
Pagi itu aku berangkat ke sekolah dengan menggunakan sepeda motor yang dikendarai Bunda. Aku tiba di sekolah dan menuju ke kelas 6-2.
“Assalamualaikum” Ucapku ketika sampai di dalam kelas. “Waalaikumsalam” Jawab teman-temanku. “Intan, kamu udah buat pr matematika tentang pecahan?” Tanya Una, yang bisa aku bilang sahabat. “Aduh! Lupa Na, boleh nyalin gak?” Tanyaku. “Aku juga lupa tan, aku sih liat punya Karin” Jawab Una. Saat kami sedang sibuk-sibuknya menyalin pr Karin. Tiba-tiba ada… “Assalamualaikum” Ucap seseorang anak perempuan. “Waalaikumsalam” Jawab kami serempak. “Kamu anak baru ya?” Tanya Olla, ketika anak itu masuk ke dalam kelas. Wajah anak tersebut tidak ada senyum sedikit pun. “Iya” Jawab anak itu kecut. “Aku duduk dimana?” Tanya anak itu tanpa senyum. “Di sono noh!” Jawab Olla yang kesal, padahal ia bertanya baik-baik. Anak itu duduk dan ia langsung membuka buku pelajaran. “Ssst.. Kayaknya sih dia itu pintar” Bisikku pada Una. “Masa sih?” Tanya Una, yang takut prestasinya direbut oleh anak itu. “Hei, nama kamu siapa?” Tanyaku ramah. “Viona” Jawabnya, matanya masih tertuju pada buku yang ia bacanya. “Aku Intan, salam kenal ya!” Ujarku pada Viona.
Ting… Ting… Ting… Bel tanda masuk berbunyi. Bu Oky masuk ke dalam kelas tanda jam pelajaran akan segera dimulai. “Baik anak-anak, hari ini kita ada teman baru, ada yang sudah berkenalan?” Tanya Bu Oky. Aku dan Olla mengangkat tangan. “Oke, berarti banyak sekali yang belum tahu, silahkan nak, perkenalkan dirimu!” Perintah Bu Oky. “Namaku Viona Lathifah, panggil saja Vio. Salam kenal” Kata Viona tanpa senyum. “Baik, terima kasih Vio. Kita masuk ke pelajaran kita yaitu matematika” Kata Bu Oky. Vio duduk dengan Uni kembaran Una.
Selama pelajaran berlangsung ku perhatikan Vio mendengar dengan seksama, sepertinya dia benar-benar pintar, pikirku. Di sampingku ku lihat Una yang sibuk dengan kertas oret-oretnya, ia tidak menyimak apa yang diajarkan oleh Bu Oky. “UNA! Apa yang sedang kamu kerjakan?!” Tegur Bu Oky. “Eh, enggak kok Bu” Kaget Una. Aku tahu pasti Una kesal dengan kehadiran Vio, tapi belum tentu juga kalau Vio itu pintar. “Baik anak-anak, terima kasih buat anak-anak Ibu yang tadi sudah menyimak secara rinci apa yang Ibu jelaskan tadi, akhir kata Asalamuaalaikum” Pamit Bu Oky. “Waalaikumsalam” Jawab anak-anak semua.
“Intan istirahat yuk!” Ajak Una. “Ayo” Jawabku. “Na, kamu kenapa sih?” Tanyaku kepada Una. “Kenapa? Apanya?” Tanya Una balik. “Biasanya kamu itu selalu dengar apa yang diajarkan guru, kok hari ini enggak?” Tanyaku. “Lagi bad mood aja” Jawab Una. Aku hanya ber-oh saja. Aku melihat Vio sedang berjalan sendiri. “Vio!” Panggilku. Una menahanku untuk memanggil Vio. Tapi sia-sia Vio juga tidak tahu kalau dipanggil. “Kenapa sih Na? Kasihan dia istirahat sendiri, mending istirahat sama-sama” Ujarku. “Bukan urusan kita kan? Biarin aja dia istirahat sendiri” Kesal Una. Aku hanya mendengus kesal.
Setelah istirahat aku dan Una kembali ke kelas. Ketika aku masuk ke kelas, belum ada orang satu pun kecuali Vio yang seperti biasa sedang membaca buku pelajaran. “Hai Vio!” Sapaku. Namun Vio tak menjawab. “Udah deh, gak usah nyapa-nyapa tu anak, percuma gak bakal dijawab!” Kesal Una. “Mungkin dia masih malu kali” Ujarku. “What ever lah!” Bentak Una. Aku aneh dengan Vio, kenapa dia seperti itu?.
Bel tanda masuk sudah berbunyi, masuk Bu Davina. “Selamat siang anak-anak, hari ini Ibu akan mengajar tentang energi listrik, siapa tahu apa-apa saja sumber energi listrik?” Tanya Bu Davina. Tak ada yang mengangkat tangan kecuali Vio. “Generator, sel surya, nuklir, dinamo, baterai, aki, dll” Jawab Vio dengan suara yang kecil hanya seperempat kelas yang bisa mendengar suaranya. “Benar sekali Vio, beri tepuk tangan untuk Vio!” Perintah Bu Davina. Semua bertepuk tangan kecuali Una yang iri kepada Vio, setiap semester ia selalu meraih peringkat pertama, tapi kali ini tidak ia sudah punya saingan yang sangat berat. Tak terasa sudah menunjukkan waktunya pulang, aku membereskan buku-buku dan memasukkannya ke dalam tas.
“Una, aku masih penasaran banget sama Vio, gimana hari ini kita mata-matain dia?” Usulku. “Bagus banget! Aku setuju!” Kata Una. Aku dan Una mengikuti kemana perginya Vio. Eitss… Tiba-tiba ada sebuah mobil mewah yang berhenti tepat di hadapan Vio, lalu Vio masuk ke dalam mobil itu. Aku dan Una menyusul Vio dengan bajaj. Beberapa menit kemudian mobil yang dinaiki Vio berhenti di rumah yang sangaaat megah, yang tak lain tak bukan itu pasti rumah Vio. Karena aku dan Una tak bisa masuk karena ada satpam yang berjaga akhirnya kami memutuskan pulang. “Vio itu beruntung banget ya? Udah pintar, cantik, kaya, pokoknya perfect deh!” Kagumku. Una hanya diam saja.
Setibanya aku di rumah…
“Intan, ikut Bunda ke pasar yuk!” Ajak Bunda. “Yuk Bun!” Jawabku. Aku lalu berganti pakaian dan menaiki sepeda motor milik Bunda. Tak sampai 10 menit kami sudah tiba di pasar tradisional, yang bau dan kumuh. Aku sering ikut Bunda ke pasar tradisional, jadi aku sudah terbiasa. Menurutku pasar tradisional jauh lebih enak, karena harganya yang murah dan bisa ditawar. “Bun, aku ke warung pak de ya!” Pamitku pada Bunda. “Iya, jangan lama-lama ya!” Kata Bunda. Kalau ke pasar ini aku selalu ke warung pak de, tapi bukan berarti warung itu kepunyaan pak de ku. Brakkk.. Seorang gadis yang sebaya denganku menabrakku. “Eh, kalau jalan pakai mata dong!” Marahku. “Maaf” jawab gadis itu singkat. Lalu gadis itu membuka topi yang ia pakai. “VIO???!!!” Kagetku. “Kamu Intan ya?” Tanya Vio. “Iya!” Ucapku. “Kamu ngapain ada disini?” Tanya Vio. “Justru aku yang tanya sama kamu, ngapain kamu di pasar yang bau dan kumuh?” Tanyaku. Vio tak menjawab. “Vio! Please dong jawab!!!” Teriakku. “Kapan-kapan saja” Kata Vio dan berlalu meninggalkanku. “Anak aneh” pikirku dalam hati. Aku lalu masuk ke dalam warung pak de. “Pak De kenal gak sama anak yang tadi nabrak aku?” Tanyaku pada Pak De. “Pak De sering lihat dia ke pasar ini, memangnya kenapa nak?” Tanya Pak De. “Gak ada apa-apa kok Pak, cuma tanya aja” Jawabku. Kenapa Vio belanja di pasar tradisional, bukankah dia orang kaya?, pikirku dalam hati.
Aku dan Bunda sudah sampai di rumah. Kring… Kring.. Handphone ku berbunyi, segera kubuka sms yang masuk, “Intan aku mau ngomong sama kamu, dari: Vio”. “Dimana Vio?”. “Di warung Pak De”. “Ok”.
“Bun, aku pergi sebentar ya! Ada urusan” Pamitku. “Iya” Jawab Bunda. Tumben-tumbenan Vio mau ngomong, kira-kira ngomongin apa ya?, pikirku dalam hati. Aku pun sampai di warung Pak De. Aku menghampiri Vio yang sudah duluan datang. “Udah lama ya?” Tanyaku. Vio menggeleng. “Mau ngomongin apa?” Tanyaku. “Pasti kamu aneh kan dengan sikap aku yang gak pernah senyum?” Tanya Vio. “Iya” Jawabku. “Semenjak orangtuaku pisah, aku diasuh oleh Papa, papaku kejam, setiap hari aku disuruh kerja dan disuruh ke pasar, semua pekerjaan yang harusnya dilakukan oleh bibiku semua dilimpahkan padaku. Aku ingin menjadi anak yang pintar agar membanggakan mamaku di surga” Jelas Vio seraya mengusap air mata. “Mama kamu di surga?” Tanyaku. “Iya, 3 hari yang lalu mama meninggal karena kanker paru-paru” Jawab Vio. “Aku mengerti” Ucapku. “Tolong kamu bilang ke Una ya?” Kata Vio. “Ok” Jawabku.
Esok paginya, aku menceritakan apa yang dijelaskan oleh Vio, Una kini mulai mengerti, dan malahan dia mengajak Vio untuk bersahabat, sekalian Vio bisa mengajarkan aku dan Una pelajaran yang tidak kami mengerti. Dan kini Vio bisa tersenyum. Sungguh manisnya senyum Viona, apalagi ada lesung pipit yang so cute…
TAMAT
Cerpen Karangan: Dita Zafira Tarmizi
Facebook: Dita Zafira

0 komentar:

Posting Komentar

 

(c)2009 Gys!. Based in Wordpress by wpthemesfree Created by Templates for Blogger